Malang Kota Bunga
Perjalanan pada 23 Jumadal Akhirah 1438
Malang merupakan salah satu kabupaten dan kota di Jawa Timur.
Kota ini dikenal sebagai kota wisata dan tempat yang dingin. Malang juga menjadi
salah satu destinasi yang disukai di Jawa Timur. Ada satu daerah di Jawa Timur yang
berdekatan dengan Malang dan juga menjadi tujuan wisata, Kota Batu. Eksotisme Batu
memiliki daya tarik tersendiri, utamanya agrowisata dan wisata alam. Selain itu
terdapat wisata hiburan keluarga yang bisa menjadi pilihan menikmati libur
seperti; Jawa timur park (JTP) 1 dan 2, Eco Green Park, Museum Angkut, dan Batu
Night Spectacular (BNS).
Surabaya-Malang dapat ditempuh dua sampai tiga jam perjalanan
dengan bus. Tentu dapat berubah sesuai kondisi lalu-lintas jalan. Kondisi jalan
lumayan bagus. Dari siang sampai malam hari biasanya macet, hal yang wajar terjadi
di kota besar.
Perjalanan seringkali menyisakan kesan. Rute yang sama
dilalui dengan waktu berbeda dapat menyisakan berbagai cerita. Saya sering
melakukan perjalanan Jogja-madura dan sebaliknya. Puluhan perjalanan itu tidak
pernah menyajikan pengalaman yang sama. Malang dan Batu sudah saya kunjungi
sebelumnya. Namun, perjalanan yang kesekian ini membuat saya cukup bernostalgia.
Dalam sebuah perjalanan berkendara yang tidak memungkinkan
untuk singgah lebih lama, paling tidak ada dua kesan yang bisa tertinggal;
jalan dan tata letak kota. ’Kesan jalan’ akan diisi oleh macam kendaraan lalu
lalang, suasana lalu lintas dan kondisi infrastruktur jalan. Hal ini akan
mencerminkan kebijakan pemerintah mengenai transportasi dan perhubungan. Tata
letak kota biasanya tidak sama tiap daerah, tetapi sering kali memiliki
kemiripan.
Semarang dan Bandung adalah dua kota berbeda yang pernah saya
datangi. Selama perjalanan Malang-Batu dan sebaliknya, saya merasakan suasana
jalan Bandung dan Semarang. Malang, serasa memiliki sensasi yang cukup mirip Bandung
dengan tata letak kota yang mirip di beberapa titik. Romantis.
Kesan berbeda mencuat ketika sampai di JTP 1. Aroma rekreasi
sudah tercium dari lapangan parkir, bercampur dengan bau komersil. Desain
bangunannya memang dikonsep untuk anak-anak. Tokoh fiksi dan bangunan unik
warna-warni menjadi daya tarik tersendiri. Halaman sebelum pintu masuk sudah didesain
menarik. Memancing rasa penasaran untuk segera masuk.
Wahana terbagi pada dua kubu; edukatif dan rekreatif. Memasukkan
wahana edukasi menjadi salah satu daya jual yang bagus. Hasilnya impresif.
Pengunjung yang kebanyakan adalah rombongan pelajar dan kanak-kanak, merasa JTP
1 menjadi pilihan tepat untuk karya wisata; belajar sambil bermain.
Anak-anak tidak perlu tahu bahwa wahana edukasi yang mereka
masuki dibangun dari inisiatif komersil. Mereka hanya perlu belajar dengan asik
mengenai rumah-rumah dan pakaian adat di Indonesia, susunan ikatan kimia
beserta periodik unsur, cara kerja katrol, proses rambat gema, manfaat
buah-sayuran, sejarah uang, peran Kantor Pos di masa lalu hingga kini, warisan
budaya nusantara, folklore di Indonesia, mitologi serta beragam jenis
ikan.
Aku dan Periodik Unsur |
Tidak sederhana keluar dari JTP 1. Atau tepatnya memang di-setting
demikian. Desain lokasi memang tidak rumit, ada papan informasi dan denah rute.
Tapi bagi pengunjung yang menginjakkan kaki kali pertama, sign literacy-nya
rendah dan punya masalah geographic disorientation, maka keluar area JTP
1 menjadi sulit. Akhirnya hanya berputar di lokasi yang sama berulang-ulang. Bila
haus atau lapar, makan di food court dengan barang-barang yang mahal
terpaksa menjadi pilihan. Ini derita beberapa orang. Walau saya yakin pihak
pengelola tidak meniatkan untuk membuatnya demikian. Terkesan superlatif
memang.
Pintu keluar menjadi hal yang menyebalkan bagi saya. Kita
diarahkan untuk keluar lewat pusat oleh-oleh. Banyak sekali souvenir dan
pernak-pernik yang dijual. Oleh-oleh khas daerah, kripik buah dan Apel, dapat
menjadi pilihan buah tangan untuk keluarga. Rintangan yang harus dihadapi
adalah sesaknya jalan searah, mulai dari area dalam hingga parkiran. Kita perlu
hati-hati pada dua hal disini.
Pertama, keamanan barang bawaan. Hati-hati potensi
kriminalitas seperti pencopetan mengingat kondisinya menguntungkan. Kedua,
godaan belanja. Tergiur sedikit saja, banyak rupiah yang harus dirogoh dari dompet.
Diluar semua itu, bagian yang saya suka adalah pengelola juga menjual
lokalitas. Stand yang ada diisi oleh orang lokal, dengan produk lokal yang
beragam. Pun juga, penganan khas seperti kripik buah dan Apel sangat ditonjolkan.
Hal ini saya rasa bagus mengingat turis yang berkunjung tidak hanya domestik
tapi juga internasional.
Cerita JTP 1 saya rasa cukup disitu. Mari beralih ke Malang kota
bunga. Kota yang dihiasi bunga di sudut kotanya, jalan rayanya dan di marka
lampu merahnya. Kota yang memberdayakan alun-alunnya sebagai pusat berkumpul
dan berguyub. Ketika sore, banyak masyarakat yang melakukan kegiatan di
alun-alun. Ada yang sekedar menikmati moment, ada pula yang melakukan aksi
sosial. Sisanya menggunakan potensi keramaian alun-alun untuk berjualan. Kala
itu saya melihat aksi teman-teman MAPALA dalam memperingati hari air sedunia.
Lone Ranger. Lone Thinker. Tsah. |
Aksi ini diramaikan dengan penampilan musik untuk menarik
massa. Kegiatan sosial dilakukan dengan meminta masyarakat untuk membawa bibit
pohon untuk ditanam. Senang rasanya saat teman-teman mahasiswa menawari saya
bibit pohon untuk dibawa pulang, dari pada hanya ditawari barang jualan oleh
pedagang asongan. Walaupun begitu, bibit tadi terpaksa saya tolak mengingat
perjalanan ke rumah membutuhkan waktu yang panjang. Khawatir bibit itu tidak
dapat bertahan.
Semua aktifitas sore itu terekam jelas di ingatan saya
sejelas hasil foto selfie di kamera tiap orang. Semua moment itu seakan
mencitrakan dengan jelas mengenai alun-alun kota; ramai, strategis dan
inspiratif. Bagi saya, Malang adalah kota ramai yang menyenangkan.
Alun-alun kota Malang saya rasakan sentral. Selain menjadi
tempat berkumpul masyarakat, secara denah kota ia berdekatan dengan beberapa
titik strategis. Ke timur sedikit ada mall pusat belanja, ke utara sedikit ada
toko buku. Alun-alun Malang bersampingan dengan kantor pajak pemerintah dan Bank
Indonesia. Masjid Jami’ Agung Malang juga masih satu area dengan alun-alun.
Jangan Lupa Sujud |
Masjid ini bangunan lama bersejarah. Besar sekali. Toilet,
tempat berwudhu dan ruang ibadahnya bersih. Suasananya tenang dan nyaman.
Arsitekturnya bagus dan terawat. Kesan megah, kokoh dan elegan begitu kentara.
Saya rasa masjid ini dibangun memang ditujukan untuk landmark. Dan yang
membuat saya tertarik adalah perpustakaan di masjid ini. Sayang sekali saya
datang di luar jam layanan. Langkah saya tertahan di pintu masuk yang terkunci.
Rasa penasaran saya harus ditunda lain waktu untuk dituntaskan. Semoga saja ada
kesempatan berkunjung kembali. Amin.
Perpustakaan dan masjid menjadi dua tempat yang menarik
perhatian saya. Hampir setiap perjalanan ke suatu daerah, saya selalu mencari
kesempatan untuk mengunjungi kedua tempat tersebut. Ketertarikan pada
perpustakaan saya rasa dimulai setelah saya masuk jurusan Ilmu Perpustakaan. Coursework
ini memotivasi untuk menggali banyak hal tentang perpustakaan di berbagai
daerah dan lembaga. Saya kurang paham mengapa tertarik dengan masjid. Mungkin ketertarikan
itu disebabkan aura religius yang terasa di dalam masjid. Atau masjid memang punya
daya tarik diluar kenyamanan yang ditawarkannya.
Hadharah Islam membuktikan bahwa masjid merupakan sentra pemberdayaan
ummat. Rasulullah SAW menggunakan masjid lebih dari sekedar tempat ibadah.
Namun juga untuk halaqah keilmuan, paguyuban, pusat pemerintahan dan tempat
koordinasi peperangan. Perpustakaan memiliki beberapa fungsi yang senada.
Perpustakaan memiliki esensi sebagai pusat sosial-intelektual-informasi.
Sedangkan masjid sebagai pusat sosial-kemasyarakatan-kenegaraan-keagamaan.
Kontribusi perpustakaan sama besar dengan kontribusi masjid
dalam pembangunan peradaban Islam. Sebuah keharusan bila pengelola dan sistem
pengelolaannya harus baik. Jangan remehkan pustakawan. Jangan remehkan takmir
masjid. Sebagai anak Ilmu Perpustakaa, saya berharap kebelakang akan ada
jurusan Ilmu Ketakmiran Masjid. Jangan tertawa. Jurusan untuk menjadi pastur dan
biarawati itu ada. Lalu kita kapan melakukan hal serupa?
Perjalanan pulang ke Madura saya nikmati dengan penuh
kekaguman. Masjid Jami’ Agung Malang membuat saya bangga karena ia merupakan salah
satu masjid besar yang keren di tanah Indonesia. Dan malam itu, saya juga
bangga melihat salah satu masjid yang bagus di Madura. Letaknya di kabupaten Pamekasan,
tepatnya daerah Keppo. Sebut saja Masjid Keppo. Saya kurang tahu kapan masjid
ini rampung dibangun. Mungkin sekitar setahun yang lalu. Tapi seingat saya, proyek
pengerjaannya sudah lama. Sekitar lima tahunan yang lalu. Bahkan mungkin saja
lebih. Kami berhenti di Masjid Keppo untuk melaksanakan shalat Isya.
Lama duduk di bus membuat pencernaan kita sedikit kaku.
Ketika berdiri dan melakukan peregangan di ruang terbuka, wajar bila muncul panggilan
kamar mandi. Ini menjadi kesempatan saya untuk mencoba kamar mandi masjid baru
tersebut. Kesan unik dan futuristik mencuat. Ketika kita menutup pintu, lampu
kamar mandi akan otomatis menyala. Sakelar lampu akan ditekan oleh sudut pintu
bagian atas. Dan tentu saja, lampu kamar mandi akan mati saat kita keluar.
Ruang ibadahnya nyaman sekali. Satu sisi karena merupakan
bangunan baru, sisi lain saya rasa kualitas karpet yang digunakan tergolong
baik. Peredaran udaranya bagus. Desain ruang dalam membuat saya membayangkan masjid-masjid
Islam abad pertengahan. Corak-corak di tembok seakan berbicara begitu.
Interiornya ditata agar kita merasa betah di dalam. Sederhana namun terasa
megah.
Perjalanan ini harus diakhiri karena semua destinasi sudah
dikunjungi. Selama perjalanan pulang, saya banyak merenung. Jauh lebih asyik
daripada tidur dengan posisi tidak nyaman. Saya duduk di kursi depan,
bersebelahan dengan supir bus. Selama perjalanan, bapak ini saya amati. Bagi
saya, dia kunci keselamatan perjalanan kami. Pak supir bus selalu menjaga
kesadaran dan fokusnya ketika mengemudi. Rute yang jauh, kondisi jalan yang
berbeda dan arus lalu lintas yang sering berubah ubah menuntut beliau sigap di
segala kondisi. Cukup tiga detik beliau gagal fokus, mampuslah kami semua. Ya tiga
detik.
Menjadi supir bus perlu memiliki kualifikasi tertentu.
Kemampuan menyetirnya harus diatas rata-rata kemampuan mengemudi kendaran roda
empat lain semisal mobil. Suspensi bus dan cara kerja mesinnya berbeda. Jadi
cara menyetirnya harus berbeda juga. Untuk masalah bus, guru saya kyai Faizi bisa
menjelaskan dengan lebih renyah dan komplit. Anda bisa kunjungi blognya. Silakan
klik disini, disini dan disini. Cari sendiri ya hehe.
Hal yang saya rasakan ketika naik bus ini adalah setiap
putaran setir berpengaruh pada gerak roda meski itu kecil. Spion sangat
dibutuhkan untuk melihat jarak ban dengan obyek terdekat. Mengatur sebuah
ruangan yang besarnya lima puluh kali lebih besar dari tubuh kita tentu harus
memiliki kepekaan mengenai jarak dan ruang disekitar bus.
Selama sehari semalam, dengan jarak ribuan kilometer, saya
mendapat banyak pengalaman dan moment berharga. Melakukan perjalanan dapat mendewasakan
kita, mendidik kita tumbuh dengan sendirinya. Ingatan tentang sebuah perjalanan
akan membekas pada bawah sadar. Dapat dipanggil lagi suatu saat nanti. Saya
sangat bersyukur pergi ke Malang dan Batu sebagai kesempatan menikmati Indonesia.
Saya bersyukur perjalanan ini selesai, ada waktu untuk memberi tubuh saya
rehat. Perjalanan adalah tentang permulaan dan akhir. Satu perjalanan menuntun
pada perjalanan selanjutnya. Seperti satu mimpi yang membimbing pada mimpi
lain, dalam tidur yang diniatkan untuk bangun.
Ngaleleng lek!
Alun-alun Kota Malang, 2017
Komentar
Posting Komentar