#IniUntukKita – Jadi, Kenapa Kita Masih Enggan Berinvestasi dan Memperbaiki Kemampuan Literasi Ekonomi?
Oleh: Akmal Faradise
Saya tertarik untuk mengawali tulisan ini dengan mengafirmasi bahwa kita punya kecenderungan lebih banyak berfokus pada circle of concern bukan circle of control. Kita sering mengomentari hal-hal di luar diri kita sendiri. Di sisi lain, sebenarnya itu merupakan cara kita engage dengan komunitas/isu tertentu. Kita punya kebiasaan membicarakan banyak hal/isu sebagai ekspresi diri yang senang berbagi cerita.
Jadi, saya ingin bilang: ekonomi dan juga finansial bukan tema yang saya kuasai dengan baik.
Saya lahir di Madura. Sebelum era Sumaradu, saya merasakan digital divide secara nyata. Saya masih ingat saat mesin ketik masih eksis digunakan untuk kegiatan kantor dan disket digunakan untuk menyimpan data. Ingatan masa kecil saya masih menyimpan informasi tentang harga kartu perdana senilai selembar rupiah warna biru. Baru kartu, belum pulsanya. Bahkan saya juga menyimpan flashdrive yang dapat menyimpan data (masih) sebesar 512mb.
Flashdrive tersebut saya beli untuk kebutuhan sekolah, dengan uang hadiah dari orang tua. Mungkin hadiah ultah atau karena juara kelas. Saya tidak ingat tepatnya. Sebagai anak yang tidak tumbuh di lingkungan wirausaha, hal yang bisa saya lakukan untuk mendapat barang hanya dari uang pemberian –yang harus bijak dialokasikan. Keluarga saya mengajarkan untuk mengelola pengeluaran keuangan: sejumlah uang bisa dipakai dengan bijak untuk belanja kebutuhan prioritas. Hal tersebut sudah menjadi latihan sejak kecil, kemudian melekat menjadi kebiasaan. Sayangnya, saya hanya punya kebiasaan mengelola uang, tidak dengan kebiasaan lain seperti menabung atau menghasilkan uang sendiri.
Then, apakah itu membuat saya mencari validasi diri? Ngga gitu, Ferguso.
Ada kata kunci yang mengubah diri saya, atau tepatnya kita semua, yaitu revolusi industri dan transformasi digital. Masuknya internet ke desa membuat perubahan besar pada pola komunikasi, lingkungan sosial-budaya, ekonomi dan infrastruktur. Masuknya internet (ditambah hobi saya membaca majalah mingguan tema teknologi) memangkas masalah kesenjangan digital yang saya alami. Hal ini menggembirakan karena saat saya memutuskan untuk merantau ke lingkungan dengan infrastruktur TI yang lebih baik, saya tidak kaget.
Internet perlu diakui mengubah berbagai tatanan dan menghasilkan hal baru. Salah satunya media sosial. Ianya hadir karena akses internet sudah lebih terbuka bagi banyak orang dan menjadi kebutuhan utama dalam berkomunikasi atau berbagi pengetahuan. Media sosial dengan cepat menjelma sebagai ‘ruang publik virtual’. Dengan internet saya bisa mengetahui potensi pemasukan di era digital. Dengan internet saya bisa meningkatkan pengetahuan mengenai ekonomi dan finansial. Dengan internet kemudian saya berkenalan dengan akun @djpprkemenkeu.
Akun tersebut banyak memberikan informasi terkait pengelolaan finansial, salah satunya berkenaan dengan instrumen investasi. Saya menemukan akun tersebut untuk menambah referensi mengenai saham, obligasi dll. Waktu itu sedang giat mencari informasi terkait, dengan niat mencoba investasi. Belakangan saya tahu, Kemenkeu sebenarnya sedang melancarkan program ‘investasi untuk semua’. Program ini berbentuk instrumen investasi, tepatnya dalam bentuk Surat Berharga Negara (ORI, SBR, SR). Langkah ini diambil untuk menggerakkan pembangunan nasional dengan melibatkan rakyat langsung dengan cara berinvestasi.
Langkah Kemenkeu, menurut saya, ada di ekosistem yang tepat. Setidaknya dalam lima tahun ke belakang, kita berada pada lingkungan yang relatif mendukung creative financing. Lihatlah banyak bank menghadirkan layanan perbankan digital dengan tagline ‘kemudahan transaksi dalam genggaman’. Start-up yang berfokus pada bidang finansial banyak bermunculan, tentu dengan daya tarik ‘alternatif’ mereka. Cara-cara finansial yang tidak biasa memang diperlukan untuk menggaet lebih banyak massa dari generasi milenial. Akhirnya, ekonomi kita berputar dengan cara yang sangat berbeda dari sebelumnya.
Tidak cuma mediumnya, namun juga informasinya sangat bertebaran. Hadirnya internet memudahkan kita semua untuk meningkatkan literasi ekonomi. Kita bisa belajar dari mulai financial planning, investasi sampai jaminan hari tua dari kanal-kanal dan influencer favorit kita dengan cara yang menyenangkan dan lewat saluran yang mudah dipahami. Sumber dari pemerintah pun ada juga. Jadi, semisal kita ingin berinvestasi pada SBN, kita tidak perlu bingung untuk mencari informasinya di mana. Dari influencer ada, di web Kemenkeu ada. Coba browsing, pasti bertebaran.
Saya rasa, pemerintah saat ini memang sedang gencar menggenjot investasi nasional-internasional disamping terus berupaya menigkatkan tingkat literasi ekonomi masyarakat. Meski Kemenkeu mempermudah masyarakat untuk ikut dalam pembangungan nasional dan informasi mengenai hal tersebut bertebaran di internet, tidak semua orang aware masalah finansial, tidak semua membaca informasi dengan cukup. Mungkin memang, literasi ekonomi kita relatif tertinggal dari negara lain. Menanggapi hal ini pemerintah melakukan banyak hal untuk sosialisasi literasi ekonomi misal lewat festival, sayembara dll. Semenatara caranya sudah relatif tepat, tinggal efektifitasnya dievaluasi.
Sejujurnya, saya percaya tingkat literasi ekonomi kita bisa lebih baik. Walau belum bisa dipastikan apakah tingkat literasi ekonomi kita bisa diakselerasikan sedemikian rupa. Optimisme ini saya temukan dari buku Generasi Phi. Generasi milenial (atau dalam kohort Faisal disebut Generasi Phi) lebih adaptif terhadap teknologi. Selain itu, ada semangat financial freedom yang melekat, semangat untuk memperpendek jarak power distance dengan generasi sebelumnya1. Atau dalam ‘bahasa tindakan’, milenial ingin membuktikan bahwa mereka juga bisa punya rumah sendiri. Untuk mendukung semua itu, milenial pasti butuh meningkatkan literasi ekonominya.
Hal ini juga bisa dicari bukti awalnya. Banyak milenial yang berwirausaha dan sukses. Bahkan, bisnis mereka bisa beradapatasi dengan perkembangan pasar digital (dan pandemi Covid-19). Mereka juga bisa lebih mudah dalam melakukan berbagai kegiatan finasial di era digital, seperti melakukan investasi yang sama mudahnya dengan top-up pulsa.
Akhirnya, kemerdekaan kita tahun ini bisa diisi dengan semangat perkembangan ekonomi kita. Walaupun untuk mencapai semua itu perlu kerja sama banyak pihak. Saya rasa komposisinya sudah cukup baik: pemerintah gencar menggenjot ekonomi dengan cara yang tidak biasa, milenial sudah mulai peduli literasi ekonomi dan ekosistem digital mendukung. Tapi, saya perlu menyambaikan ini sebagai catatan akhir. Tagline ‘creative financing’ haruslah esensial. Jadi, ‘kreatif’ tidak cuma diartikan sebagai ‘cara’ dalam pengembangan ekonomi tapi harus sebagai ruh/esensi –ekonomi yang membebaskan dan memberdayakan masyarakat. Pengembangan ekonomi kita harus berdasarkan budaya, lokalitas kita. Bahwa kearifan lokal kita selalu memandang ‘hidup itu perlu dicukupi. Tapi haram dilebih-lebihkan’2.
Apa takaran ‘cukup’ itu? Seperti budaya mayoran: saat seluruh makanan habis, semua dapat semua kenyang.
--
PS. Itu pertanyaan di judul kamu jawab yak. Jangan dibaca doang.
Note.
1Generasi Phi: Memahami Milenial Pengubah Indonesia karya Muhammad Faisal. Jakarta, Republika. (2017)
2Ekonomi Cukup: Kritik Budaya pada Kapitalisme karya Radhar Panca Dahana. Jakarta, Kompas. (2015).
Google
BalasHapusSetuju...dgn perkembangan zaman dan teknologi seperti sekarang ini, investasi bukan lagi suatu hal yg tabu untuk dilakukan. Dinegara-negara lain investasi sudah menjadi peluang yg banyak dilirik, bahkan dari beberapa buku bisnis yg aku baca, investasi mjd salah satu goals para pebisnis sebut saja bukunya kiyosaki.
Apalagi dimusim pandemi (covid-19) seperti sekarang ini, bisa dijadikan sebagai contoh bahwa perekonomian kita sewaktu-waktu bisa sangat tidak stabil, dan investasi bisa menjadi salah satu peluang jangka panjang untuk perkonomian kita. Selain itu @djpprkemenkeu merupakan basis investasi yg bergerak dalam pemberdayaan masyarakat indonesia. Jadi plusnya dapat dua kali, untuk diri kita sendiri dan untuk membantu orang lain. :)
wow mantap sekali pengetahuan investasinya. semangat buat berinvestasi :D
Hapus