Mengunjungi SD Muhammadiyah Condong Catur
4 Nopember 2015 senada dengan 22 Muharram 1437
Karena ajakan teman aku berangkat. Ceritanya kita mau
kunjungan ke kakak kelas yang lagi PPL nih. Nama sekolahnya adalah SD
Muhammadiyah Condong Catur, sesuai nama daerah. Aku di Bonceng Fiqie ke lokasi.
Di depan, Juki memandu kami.
Sampai di lokasi....
Gila keren banget ‘bangunan’ SD-nya. Besar, megah, mentereng.
Siswanya juga banyak. Saat kulihat, sepertinya kurikulum yang diselenggarakan
juga bagus. Lalu, tujuannya kami adalah perpustakaan.
Terletak di lantai 1, dekat dengan pintu masuk, berada di
bagian kiri. Saat pertama kulihat, lumayan. Udah gitu aja. Belum nampak hal
istimewa di perpustakaan ini.
Kami disambut oleh mbak Umi, mbak Wulan dan mbak Fiela.
Dengan pakaian batik, mereka terlihat semangat menjalani masa PPL. Aku dan
teman-teman duduk. Sebentar kemudian kami melihat-lihat kondisi perpustakaan.
Mbak Umi mengatakan bahwa awalnya tata letak perpustakaan
tidak seperti ini (kalian enggak tahu kan kaya apa? Aku juga mala jelasinnya
haha). Berkat tim-nya mbak Umi-lah perpustakaan menjadi lumayan enak di lihat,
jauh lebih tertata dan nyaman bagi anak-anak.
Koleksi yang ada bagus-bagus. Di dinding terdapat beberapa
foto pendiri Muhammadiyah. Sisanya hanya beberapa tempelan, yang mungkin kurang
menarik. Administrasi masih belum benar-benar baik.
Nah, akhirnya kami dan kakak-kakak yang lagi PPL ini
memusyawarahkan gimana baiknya. Enggak begitu lama. Dan kami mengusulkan
beberapa perubahan yang sekiranya dibutuhkan. Sisa waktu? Diisi nyangkruk dan
men-cemil jajanan. Bahkan kami juga bantu kakak-kakak buat labelling. Yah
nambah gawean gitu hahaha.
Sisi baiknya, pustakawan yang stay disana baik dan nyaman. Pihak
guru sudah mulai welcome, berkat perubahan yang dibawa kakak-kakak PPL pada
perpustakaan. Anak-anak pun semakin betah di perpustakaan.
Pesan yang dapat diambil adalah masa PPL memang penuh
tantangan. Bahkan tak terbayangkan saat masih di kelas. Teori kadang tidak
berlaku dan kurang tepat untuk menyelesaikan masalah. Akhirnya semua bergantung
pada sikap kreatif dan adaftif kita semua. Selain itu, dari kasus yang kutemui
di lokasi, rendahnya dukungan pihak sekolah akan perpustakaan masih rendah.
Stigma yang mengatakan bahwa perpustakaan masi dianggap sebelah mata memang
benar adanya.
Akhiran, kita mau merubahnya atau cuma diam terpaku? Saya
tahu jawaban mana yang bijak diambil.
Begitulah Disana | Source Doc. faradigm |
Begitulah Disana (2) | Source Doc. faradigm |
Komentar
Posting Komentar