Semua ada waktunya
Oleh: Akmal f.
Sudah tiga bulan lebih saya pindah dan tinggal di lingkungan kos baru.
Atau tepatnya kos lama, Karena sebelumnya saya pernah di lingkungan kos ini;
Astra Seroja. Cukup banyak yang berubah. Harga sewanya naik, para penghuninya
beberapa berganti dan mas pengelola (Mas Choi) sudah berubah status menjadi
“Bapak Kos yang Sebenarnya”. Mas Choi saat ini tinggal Bersama istri tercinta
di Seroja. Tiga bulan menjadi waktu yang pangjang sekaligus menyebalkan kalau
harus melihat kamvret moment.
Kamvret moment yang biasa kutemui adalah kemesraan bapak-ibu kos di
dapur. Kalau mau masak, sering banget keliatan berdua. Aku pribadi, yang
terlahir dengan jiwa iseng, selalu tergelitik untuk ngeledekin atau minimal
bilang “cie” (kadang kala “ehm”) kalau kedapatan ada kamvret moment tersebut.
Namun, mas Choi juga sering main serangan balik.
Suatu pagi, kebetulan aku lewat dapur, ada kamvret moment, belum sempet
ngeledekin, aku udah diserang duluan sama mas Choi “tenang Ris, semua akan
nikah pada waktunya”. Di lain kesempatan kadang redaksinya beda. “Istrimu akan
datang kalau kamu sudah siap jadi suami”. Celotehan ini tidak sekali dua kali,
berkali-kali. Menggelitik saya untuk komentar.
Semua akan nikah pada waktunya. Iya benar sekali. Kalau kita melihat
pola takdir, mesti begitu. Apapun itu, bila belum terjadi maka takdir berkata
belum waktunya. Saya yakin bahwa Tuhan mengatur segalanya dengan tepat, atau
seperti kata ibu suri Dee Lestari bahwa segala sesuatu tepat waktu. Bertemu
jodoh kan Cuma perkara waktu dan cara haha.
Selentingan kedua, istrimu akan datang kalau kamu suami siap jadi suami.
Seriously? Ini bagus. Saya baru sadar
bahwa menikah tidak hanya sekedar kufu’
antar pasangan, tapi kesiapan keduanya. Sepaham saya, kesiapan itu ada dua;
kesiapan lahir dan kesiapan bathin.
Pemenuhan kesiapan lahir mungkin bersifat high cost, tapi bebannya relatif bias diatasi. Memiliki rumah,
pekerjaan tetap dan fisik sudah mendukung untuk menikah. Saya rasa ketiga hal itu
sangat bisa dipenuhi. Bahkan dalam banyak kasus, pengantin pria hanya memiliki
kesiapan fisik dan belumlah mapan. Tapi nikah ya nikah aja. Asal kesiapan
bathinnya terpenuhi.
Kesiapan bathin saya rasa cukup kompleks sih. Dari yang bisa saya
pahami, ada beberapa hal yang termasuk dalam kesiapan bathin yaitu mental, rasa
tanggung jawab, kompetensi menjadi kepala keluarga, kesanggupan untuk
membimbing istri dan cinta-kasih. Mungkin masih ada lagi, tapi ini setidaknya
beberapa hal penting yang layaknya dimiliki
untuk menjadi suami. Maklumi saja kalau kurang. Toh saya belum menikah haha.
Kesiapan bathin saya rasa menjadi lebih penting dimiliki lebih dahulu. Walau
dalam beberapa kasus, banyak pasutri yang menikah meski kesiapan bathinnya
kurang.
Jadi, kenapa begitu? Kalau kamu menikah namun tidak siap lahir bathin
berarti memang waktunya haha. Tapi biasanya tidak begitu sih. Tuhan engga
sejahat itu jadi lo santai aja. Ketidak siapan lahir bathin biasanya bersifat
tidak penuh saja. Jadi bukan benar-benar “zong”. Jadi ada beberapa aspek yang
tetap terpenuhi.
Sekarang kita bicarakan yang lebih penting, kalau memang belum siap, what should we do? Anything. Haha.
Maksud saya anda bebas melakukan apa yang menurut anda tepat. Anda bisa fokus
belajar, bisa mengembangkan karir, jalan-jalan, mengembangkan diri dan masih
banyak lagi. Atau kamu bisa memilih untuk mencoba memantaskan diri he. Saran
saya ini dilakukan dengan niat ingin menjadi pribadi yang lebih baik hingga
kelak ketika bertemu si mbak, kamu udah siap tinggal lamar.
Saya rasa dengan mencoba memantaskan diri menjadi pribadi yang lebih
baik, kita bisa memeroleh kesiapan lahir bathin sebagai suami. Relasinya
begini. Pribadi yang baik itu bisa
ditarik pada
cakupan definisi yang holistik. Pribadi baik; Baik secara tutur kata dan
perilaku, baik perekonomian, mapan dan cerdas.
Bayangkan kamu menjadi pribadi yang baik? Hm kayanya asik deh.
Usia dua puluh lima tahun. Sudah selesai Pendidikan doktoral. Karir
sebagai dosen. Sering terlibat proyek penelitian. Memiliki mobil dan rumah
sendiri. Srawung dengan masyarakat. Juga
dikenal sebagai ustad dan ilmu keagamaan mapan. Sifatnya baik, kebapakan, dan manly. Pada tahun ini siap menikah dan sedang mencari istri. Saya langsung berangan
banyak sekali yang antri ingin menjadi istrinya. Atau kalau misalpun tidak,
pria baik seperti ini mudah mencari istri. Pasti banyak yang mau dan pria
seperti ini mudah menaklukkan calon mertua.
Tunggu, pria seperti ini seperti terlalu sempurna dan langka sekali.
Saya akui, memang. Tapi coba kita buat contoh pria baik seperti diatas sebagai
barometer 100%. Semakin banyak kemiripan kita dengan contoh pria baik diatas,
semakin mendekati kata maksimal, semakin mudah mendapatkan istri. Perspektif
seperti ini selalu ditekankan oleh ibu saya pada anaknya yang paling nakal ini.
Honestly, saya setuju. Namun
bagaimana pun, ini tidak bisa menjamin 100% worked.
Cause life is never flat, right?
Cuma, memiliki modal masih lebih aman daripada belum, bukan? Ehe.
Makanya sukses dulu tong biar gampang milih perempuan. Milih? Iya milih. Lihat
persentasenya!
Bagaimanapun, penjelasan diatas sesuai dengan prinsip saya yang menyukai
perempuan hanya untuk dinikahi. Dan untuk itu, saya perlu layak untuknya, lahir
bathin. Saya ingin siap lahir bathin untuk dia-yang-masih-ada-di-masa-depan
(alasan klise spesies jomblo santun). Ketika saya melamarnya, saya berada
kondisi paling baik, telah menyiapkan apapun yang terbaik untuknya. Bilang
“amin” lah. Susah amat lihat saudaranya lagi berharap :P :v
Toh kalau saya sekeren contoh calon suami diatas, enak milih kan ya?
Bahkan bisa saja saya yang dilamar. Karena kriteria laki-laki diatas itu susah
dicari saat ini, langka. Spesies yang banyak diburu perempuan.
Ada yang penasaran tentang apa yang saya pikirkan mengenai perempuan?
Nggak? Bodo amat gua mau cerita, serah ada yang denger atau engga :v Bicara
mengenai nikah memancing saya untuk membicarakan sekelumit apa yang saya
pikirkan tentang makhluk tuhan paling seksi ini. Eaaaa konyol -_-
Hal ini saya dapat ketika bercanda dengan seorang teman di sebuah warung
makan.
Entah asal-muasalnya bagaimana saya bisa berpikir begini, tapi saya
merasa kalau perempuan memiliki naluri untuk mendukung dan laki-laki punya
naluri untuk melindungi.
Saya rasa semua sudah familiar dengan adagium “dibalik lelaki yang
sukses terdapat wanita yang hebat”. Secara alamiah, seorang istri cenderung
untuk mendukung apapun yang diusahakan sang suami, tentunya selama itu baik.
Perasaan cintanyalah yang memunculkan sikap itu. Ingat, istri pada dasarnya
adalah amanah yang sangat besar kepada suami dan perlu dijaga dengan baik.
Namun, istri malah menjadi bidadari yang menentramkan rumah tangga. Bukankah
beban rumah tangga banyak ditanggung istri? Mungkin itu pembagian peran yang
sudah dibicarakan, tapi katanya lebih banyak cerita dimana istri sendirilah
yang menginginkan hal itu. Kenapa? Karena cinta pada suami dan keluarga. Alasan
yang tepat bukan?
Laki-laki mungkin pada dasarnya memang diciptakan sebagai pemimpin.
Dalam keluarga, suami adalah sosok nahkoda yang mengarahkan bagaimana bahtera
rumah tangga berlayar di jalur yang benar dan selamat dari samudera kehidupan
yang keras. Ia bertanggung jawab penuh atas istri dan keluarga. Seorang bos
biasanya akan kehilangan muka kalau ada apa-apa dengan anak buahnya. Dalam
kasus rumah tangga, saya rasa suami akan ber-mind set demikian. Kalau di anime-anime, biasanya tokoh lelaki
gentleman akan bilang “pria sejati tidak akan membiarkan seorang wanita
menangis”. Air mata yang mengalir pada pipi wanita adalah hal yang paling tidak
ingin laki-laki lihat. Laki-laki cenderung melakukan apapun asal perempuannya
tidak menangis. Laki-laki akan selalu berusaha agar si perempuan bahagia,
bahkan ketika harus bertingkah konyol atau menderita sekalipun. Apapun, asal
sang perempuan tersenyum, tertawa dan bahagia.
Lalu saya rasa, keduanya perlu saling memahami agar jalannya rumah
tangga tidak banyak buffering. Muehe.
Salah satu yang terpenting adalah memahami karakter, baik dasar maupun keunikan
masing-masing.
Setting default laki-laki itu sangat mengedepankan logika. Sementara perempuan
mengutamakan perasaan.
Dalam banyak hal, biasanya laki-laki cenderung menjadi leader karena manajemen dan perencaannya
rapi. Pemikiran laki-laki bisanya lebih baik dari perempuan karena daya nalarnya
lebih baik. Tapi hal ini sering menimbulkan celah. Sikap laki-laki yang terlalu
mengedepankan logika, sering menjadi masalah atau bahkan tidak menyelesaikan
masalah. Seringkali masalah perlu diselesaikan dengan perasaan. Disini, wanita
yang berperan. Kepekaan wanita akan perasaan jauh lebih baik daripada
laki-laki. Sensitivitas mereka terhadap emosi sekitar dapat membantu laki-laki
menempati posisi yang pas dan moderat. Rata-rata wanita lebih terolah emosinya
dari laki-laki. Maka dari itu, kerja sama keduanya merupakan kombinasi yang
pas. Pendeknya nalar wanita dapat ditutupi laki-laki, dan kurang tajamnya indra
perasa laki-laki akan diututupi perempuan. Kenyataan ini membuat saya berpikir
bahwa manusia sebagai makhluk sosial bukan cuma terbatas pada kebutuhan
interaksi saja namun lebih dari itu kebutuhan untuk dilengkapi. Saat tuhan
mempertemukan Adam dan Eva, jelas mereka merupakan embrio kombinasi sempurna.
Model teamwork yang akan terus
mengabadi.
Lalu Pahami karakter suami/istrimu secara menyeluruh. Mereka adalah
entitas unik yang akan bersamamu tidak hanya sehari dua hari.
Saya ingin menutup tulisan ini dengan himbauan kepada laki-laki. Tentu,
saya juga kena khitabnya.
Ingatlah bahwa barometer pribadi baik seseorang adalah shalatnya. Dan barometer
keimanan laki-laki adalah shalat isya dan shubuh. Dua shalat ini banyak
disebutkan sebagai shalat yang susah dilakukan dalam artian sering melenakan;
isya menggoda untuk ditunda dan subuh terlalu melelahkan untuk bangkit segera.
Perbaiki shalatmu niscaya kan baik dirimu. Yuks mari! Itu masih banyak loh
dedek-dedek ukhti mendamba imam yang rajin shalat subuh berjamaah. Hihi.
Hm saya rasa tulisan ini dicukupkan sampai sini. Sudah purna ide yang
ingin saya bagi, walau wacananya tidak boleh berhenti. Bisa disambung lewat
diskusi kan? Saya tidak tahu apa pikiran kalian tentang tulisan ini. Yang
jelas, saya hanya gelisah untuk menuliskan tema ini karena dibenturkan terus
sehari-hari. Gatal ingin dibahas dan menulis bagi saya adalah “sweet escape”.
Haha.
Salam jomblo sampai halal. Pantang pacaran sebelum nikah. Bwahaha.
[Tambahan] Ini hanya celoteh anak-anak. Bagi yang sudah berumah tangga
dan kebetulan membaca, saya harap bisa memberikan koreksi. Terima kasih.
Source : Facebook MuslimShow |
Komentar
Posting Komentar