Kami Sudah Populer, Prestasi Kalian Apa


: untuk yang juga menyukai kpop.

Jadi begini ...

Saya tidak tahu apa komentar orang mengenai saya, yang dalam beberapa bulan terakhir menyukai lagu kpop. Di media sosial saya, utamanya Instagram, kadang kala saya sisipkan konten kpop. Semisal menjadi bumbu pada sebuah video.

Awalnya saya tertarik untuk memahami kpop semenjak Asian Games 2018, dimana ‘pop culture’ menjadi tema utama closing ceremony AG18. Kemudian saya ‘terarahkan’ mendengarkan lagu ‘dududu’ Blackpink, hingga ‘Yes or Yes’ dari Twice. Tak dinyana, saya pun mendengarkan banyak lagu girlband korea. Beberapa asik, beberapa aneh. Selain itu, saya juga baca berita mereka.

Hingga akhirnya, tujuan awal saya masuk ke dunia kpop untuk riset, terbukti berhasil. Dua pertanyaan besar saya mengenai kpop; kenapa orang suka dan kenapa saya (pada awalnya) tidak suka, terjawab. Semua kegelisahan ini sudah pernah saya tulis, namun saya posting di media berbeda. Kesimpulannya sesimpel ini; kpop adalah genre musik, semua bebas menentukan suka-tidaknya, dan pop culture asal negeri gingseng ini memang menjadi industri yang digarap serius.

Namun saya bosan hanya mendengarkan lagu, bosan menjadi penikmat saja. Saya gatal ingin kritik. Gatallll....

Ini bunyi kritiknya: IRI.

Saya orang Indonesia, dan orang IRIan. Rasa iri tersebut, sebenarnya telah diwakili judul.

Jikalau temen-temen menelisik mengenai industri kpop, sama dengan industri lainnya, akan temen-temen temukan ‘sisi kerasnya’.

Member/boyband-girlband kpop itu (selanjutnya saya lebih spesifik pada girlband) biasanya besar karena masuk sebuah agensi. Mereka menjadi trainee selama beberapa tahun, lalu hingga pada saatnya akan debut. Proses menjadi trainee ini yang juga menjadi perbincangang para fans, selain tentang kesuksesan mereka hari ini.

Para trainee akan dilatih keras. Banyak aspek yang mereka pelajari semisal dansa, koreografi, tarik suara dll. Bahkan saya rasa diluar itu juga ada seperti wawasan international, kerja sama tim dsb. Bakat para trainee sebagai entertainer/penghibur, ditarik keluar, terus ditempa dan dimaksimalkan. Intinya, agar mereka benar-benar layak tampil di publik secara visual, penampilan, persona, dapat memberikan hiburan bahkan baik secara attitude. Kerja keras para trainee untuk sampai pada hari ini, pada titik dimana telah menjadi pujaan fans, menjadi salah satu sisi kekaguman tersendiri bagi para fans. Kata mereka, ‘menginspirasi’.

Saya pribadi sebenarnya salut pada proses dan iklim agensi disana. Mereka ketat dan sungguh-sungguh. Kompetesi dilakukan dengan panas. Walau bisa saja hal serupa juga terjadi di Amerika dan Eropa sana, tapi saya tidak tahu mengenai itu. Selain itu menurut saya, tampil menarik dan sungguh-sungguh pada tiap proses member girlband-boyband, hal tersebut sudah selayaknya –hal yang wajar. Begini. Dunia hiburan itu keras. Jika memang ingin benar-benar bertahan dan disukai banyak orang, maka berusahalah sangat gigih. Nanti semua terbayar. Benar kan kalian sudah menuai buahnya?

Nah perkara kerja keras para member boy-girlband bisa menjadi inspirasi, ini poin yang mau saya angkat. Kalau kamu beneran nge-fans sama mereka, jangan menjadikan cerita kerja keras itu hanya berhenti pada kagum. Harusnya, itu bisa memberikan semangat dari dalam untuk kita berkarya/berjuang lebih keras –dalam hal apapun. Maka di titik dimana saya membandingkan kesuksesan member girlband hari ini dengan apa yang sudah saya capai –saya iri.

Banyak para member girlband yang secara usia sama dengan saya atau bahkan lebih muda –setahun dua tahun, atau jauh lebih muda. Banyak para maknae-maknae itu mempunyai kompetensi (bisa dancing, rap, vokal) yang jauh lebih baik dari member lain yang lebih tua dari mereka. Satu sisi, saya melihat talenta muda luar biasa itu memang ada –dan kadang mengerikan (ceileh kaya di anime). Namun di sisi lain, bukankah itu sebenarnya alarm untuk kita, generasi yang lebih tua usianya, untuk tidak stagnan, untuk terus berbenah dan berkembang? Saya percaya bahwa pembatas perubahan kita pada diri yang lebih baik itu pikiran kita sendiri (dan batas waktu hidup), bukan usia. Jadi melihat kenyataan mereka jauh lebih hebat dari saya, perih sekali rasanya.

Apakah setara membandingkan kita dan mereka? Saya coba kasih logika sederhananya.

Sebut saja, saya bikin timeline sederhana para member girlband: Mereka terus belajar dari kecil, memilih dunia enternaiment, masuk agensi, latihan keras dan bersaing satu sama lain, debut dan terus berkembang untuk bisa memuaskan fans. Sekarang mereka sukses dikenal orang, sukses sebagai entertainer, penghibur, yang karyanya dinikmati-disenangi orang. Kalau timeline ini ditarik pada hidup saya (setidaknya kalian juga senada), banyak sekali zonk/bolongnya. Dari kecil main terus, memilih dunia pendidikan/akademik (itu juga karena kita dipaksa sekolah kan (Hadeh problem pendidikan kita lagi-lagi), masuk sekolah-kuliah, masa muda kurang belajar banyak mainnya dan keluyuran, akhirnya lulus, kerja (kalau ngga beruntung, ya nganggur), udah. Bagi yang udah kerja, apa saja yang sudah kamu capai?

Saya akhir-akhir ini kepikiran hal diatas. Masa saya hanya menikmati hasil karya orang, hanya iri hasil kerja keras orang? Seharusnya ‘rasa suka’ saya pada mereka tidak sebatas itu, bukan cuma dinikmati enaknya tapi menjadi pemantik. Eaaaaa.

Begitulah. Mungkin tidak pas kita iri pada kesuksesan orang lain. Tapi Saya pribadi hanya melihat, hasil kerja keras mereka sekarang sudah tampak. Sementara saya ngga tahu punya karya apa atau hal yang sudah saya capai, dan ngga tahu juga saya sudah berusaha keras atau tidak.

Apakah kpop dampaknya sejauh ini bagi orang? Saya pribadi melihat bukan pada ‘barangnya’ sih, tapi dampaknya. Ngga masalah itu budaya korea atau apa, selama itu (meniru kata Dahlan Iskan) menjadi ‘momentum untuk bangkit’, apa salahnya? Tidak harus kpop juga, yang perlu dipelihara adalah nalar kesadaran kritis, yang selalu menggigit kita untuk bertanya apa yang sudah kita lakukan dalam hidup.

Semisal bertanya: “mereka sekarang sudah populer, terus prestasi saya sampai hari ini apa?”

Mari terus belajar untuk bisa sama-sama menjawab.

Ps. Saya hanya menikmati, bukan fans. Fanatisme itu tidak baik, apalagi kalau olahraga, politik dan agama. Ngeri.

13 Desember 2018
Ditulis dengan perasaan gelisah –gelisah untuk berubah,
Ditemani la vie en rose, bersama laptopku yang merah
Ah, jadi pengen potato!






Komentar