Mengapa Saya Ber-KMNU? Dan Sepilihan Momenku di MUNAS V KMNU


Cerita ber-KMNU Nasional dimulai pada 2017 lalu. Ketika memulai tanggung jawab sebagai Pengurus Regional 2 KMNU.

Rakernas 3 Jogja. Rapat kerja kali ini ketika saya menjawab menjadi pengurus regional 2. Lucunya, karena salah informasi mengenai tempat pelantikan, saya tidur hingga pelantikan usai. Namun saya tetap menjalankan tanggung jawab, hingga kemudian tibalah masa LPJ: Musyreg 2 2017 di Purwokerto. Diluar segala drama yang terjadi, akhirnya saya purna jawaban juga. Lega rasanya.

Rakernas 4 Ponorogo. Rapat kerja kedua yang saya ikuti. Posisi saya sebagai depnas 2 KMNU. Saya mengikuti sesi pelantikan dengan khidmat seakan-akan benar-benar menyatu. Saya menjalakan tanggung jawab, hingga purna masa jabatan dan LPJan di Munas 5 Surabaya. Karena satu dan lain hal, depnas 2 juga turut membantu kerja panitia MUNAS. Saya kebagian di ke-redaksi-an. Dan pada akhirnya tidak ikut sesi LPJ, tumbang karena lelah dan cuaca.

Ya, tidak ada kader se-aneh saya.

Kamis, 17 Januari 2019

Saya berangkat ke Surabaya via kereta api, dari stasiun Lempuyangan dan turun stasiun Wonokromo. Jam keberangkatan saya sama dengan rombongan UIN SUKA Cuma kami beda gerbong. Di gerbong 1 saya duduk, gerbong yang entah kenapa salah pilih (harusnya gerbong 7). Ternyata saya satu gerbong dengan anak UNY dan UGM. Pun gerbong selanjutnya, ternyata ada anak UII. Tanpa ada koordinasi awal, ternyata anak KMNU Jogja telah berangkat bareng di jam yang sama dalam 1 kereta.

Sialnya ketika saya sampai di stasiun Wonokromo, teman-teman UIN SUKA tidak turun dari kereta. Entah bingung atau ketiduran, mereka bablas ke stasiun Gubeng. Akhirnya daripada menggelandang, saya ikut rombongan UNY yang tentunya ada Kang Chum, cs BKMNUSER. Sesi jalan-jalan dan cari makan pun saya lewati bersama anak UNY. Asik dan receh bahaha. Walau tidak se-toxic UGM.

Jum’at, 18 Januari 2019

Acara dimulai. Saya harus meliput berita, selain memang harus membantu beberapa teknis panitia dan bertugas pada penyerahan hadiah lomba. Seminar nasional berjalan baik, materinya berisi dan pembicaranya keren. Selepas acara, kami harus move ke pondok.

Kalau tidak salah pondok tersebut bernama An-Nur berlokasi di daerah Sidoresmo. Kami menuju lokasi naik bus, ada pula yang naik mini bus (?) atau apalah namanya. Saya dan beberapa presnas bersama MPO menaiki kendaraan yang lebih kecil tersebut. Dengan barang bawaan yang cukup banyak akhirnya saya empet-empetan di belakang. Hadeh.

Sampai di lokasi, kondisi tubuh saya tidak well. Hawane ra penak blas. Greges, pusing dan kecapekan. Sepertinya saya masuk angin karena telat makan dan jomblo. Malam itu, di sebuah mushalla kecil, saya tidur-bangun dengan pikiran meracau: besok pulang ngga ya?

Sabtu, 19 Januari 2019

Sabtu hujan. Sejujurnya menambah rasa tidak betah saya. Kondisi saya belum pulih betul. Ibu saya kebetulan ada di Surabaya, mengurus keperluan sekolah. Pun rumah saya dekat dari Surabaya. Pilihan untuk pulang memang menggoda. Namun hal itu berubah.

Selama Munas 5, kami ditemani salah satu founding father KMNU: Mas Eko Rusli. Mas Eko, diluar membantu panitia dan menjadi bapak kos, banyak bercerita kepada kami (yang tinggal se-atap) mengenai KMNU. Hingga tiba pada poin pengabdian, saya bulat untuk tetap di Surabaya. “Kalau sakit ya diobati. Perjuangan memang kadang berat” begitu kata beliau, aw kama qala. Pada intinya, harusnya saya tidak menyerah pada sakit. Harusnya saya tidak semewek itu untuk menyerah lalu pulang. Harusnya ... harusnya ... dan banyak sekali yang harusnya tidak saya pilih.

Saya akhirnya meminum obat. Istirahat secukupnya dan melaksanakan tugas yang sempat tentunya. Prinsip saya biasanya: tugas ini harus selesai meski badan ini harus hancur (iya terlalu drama sih). Tugas saya pun selesai, bahkan saya kuat begadang hingga subuh. Walau saya harus memperpanjangan sehat dengan obat tentunya.

Ahad, 20 Januari 2019

Bisa dibilang saya full di forum. Memang saya kuat begadang hingga subuh, tapi sepertinya tidak serta merta karena obat. Sepertinya sosok perempuan yang saya kagumi juga turut menguatkan saya secara psikis, entah se-signifikan apa. Makanya saya kadang malu kalau harus mengeluh dan orang yang saya kagumi juga punya beban. Dan malu karena tidak tahan banting, segini aja tepar. Tapi ya udahlah.

Akhirnya presnas terpilih setelah sekian diskusi intens. Kali ini tidak ada yang perempuan. Hahaha. Rata-rata memang yang kita rasionaliasasikan di forum lah yang jadi presnas. Wkwk. Selamat gaes, semangat.

Oh ya, kembali ke pertanyaan kenapa saya ber-KMNU?

Ketika di mushalla mas Eko pernah bercerita bahwa masuk dan berjuang di KMNU itu harus siap untuk jadi tidak populer. Di masa awal perintisan, KMNU tentu berfokus pada pondasi. Orang-orang yang menjadi pondasi harus siap dilupakan. Beliau mencontohkan mengenai presnas 5 periode 1. Jujur, saya tidak tahu namanya dan yang mana orangnya. namun meski siap dilupakan kita tidak boleh melupakan KMNU. Meski nama kita tidak terindeks di sejarah KMNU, misalnya, kita harus terus ingat dan hadir kegiatan KMNU.

Hal itu yang seperti menyentil bagian diri saya. Iya ya, seperti aku banget. Saya secara default mungkin memang orang yang mudah dilupakan sejarah. Ketika ada yang bertanya apa jurusan saya dan saya jawab Ilmu Perpustakaan, mereka tidak percaya. Wajah saya katanya wajah anak Bahasa dan Sastra Arab (jenggotan ngunu?). Ketika mereka menanyakan asal dan saya jawab Madura, banyak yang tidak percaya. Katanya saya seperti orang Jabodetabek atau Sunda *auto benturin jidat*. Ketika saya ditanya asal KMNU, banyak yang percaya saya anak UIN SUKA. Katanya saya anak UNY atau UII. Astagah dragoonnn. Tuh kan, tidak pernah ada yang ingat saya kan?

Kaitannya dengan organisasi, saya lebih nyaman tidak masuk struktur tapi kontibusi saya nyata. Ngga usahlah punya jabatan, selama masih bisa saya akan bantu. Dan tentunya spesies seperti saya ini yang akan hilang namanya, walaupun bekas yang dilakukan masih. Ya, sejak semula berorganisasi di manapun saya begitu. Makanya ketika tiap acara, saya sering kali untuk ikut foto tapi seringnya motoin orang. Begitulah, kameramen memang hidupnya di belakang lensa. Gampang dilupakan. Sebab potografer kegiatan itu beda dengan fotografer komersil –ia punya nama dan karyanya berafilasi pada nama. Tapi saya tidak merasa bermasalah dengan itu, justru rasanya nyaman. Toh saya juga bukan hidup dengan elu-elu orang.

Pada akhirnya, apa yang saya temukan di KMNU berbeda dengan organisasi lain. KMNU selalu memanggil saya untuk kembali pulang saat jauh melanglang dan selalu ada yang bisa membuat menetap saat saya berniat bursa transfer.

Dari yang kemarin tidur pas LPJan,
Salam,
Akmal Faradise, S. KMNU., Sp. Pljr (Spesialis Pengamanan Logistik, Jeprat-jepret, dan Riwa-riwi)

Mungkin, hanya se-receh ini yang bisa saya persembahkan untuk harlah KMNU tahun ini. Semoga di tahun mendatang, hadiah yang saya berikan lebih baik.

#KMNU #AyoGabungKMNU #SemangatKMNU #SantriMahasiswa #MahasiswaSantri #Harlah4KMNU #HarlahKMNU4 #Harlah4KMNUNasional #HarlahKMNU2019 #NahdlatulUlama #NU #Ulama #Kyai #Santri #Mahasiswa #Harlah #MabrukAlfaMabruk #UlangTahun


Komentar

Posting Komentar