PaZar, Bertemu Kembali, dan Yang Tidak Boleh Hilang (POV dari alumnus): Cuplikan Cerita IDKS 2022
31 Mei 2022
Oleh Akmal Faradise
Malam sebelumnya saya berpikir keras. "Besok bikin konten ngga ya? Tapi apa?". Bagi saya, Pameran Literasi dan Budaya dari mata kuliah IDKS ini punya sejarah dan kesan mendalam. Jadi menurut saya, harus ada 'pembeku kenangan'. Sebelumnya, saya pernah mengunggah beberapa postingan di Instagram dan saya urutkan pada tab guide.
Nah untuk konteks mengenai pameran ini, bisa dibaca pada tulisan berikut.
Tahun ini bisa dibilang spesial. Sebab, pameran kali ini adalah yang pertama luring setelah dua tahun sebelumnya daring. Tema kali ini adalah masakan tradisional. Peserta pameran adalah anak angkatan 2020 dan panitia terdiri dari mahasiswa semester 4 dan ada juga yang semester 6, yang kalau ndak salah lebih fokus ke stand prodi. Berlokasi di Perpustakaan UINSK.
Saya berangkat ke perpustakaan saat rolasan (istirahat makan siang), sekitar 12.30 siang. Di lobby, saya bertemu bu Marwi dan salah satu junior saya, Lisa. Salim dan ngobrol bentar abis itu ngucapin selamat kepada manten anyar, mba Anik. Terus lanjut ke ruang TU untuk sungkem sama emak Unul. Di depan ruang TU saya bertemu Titah, ketua HMPS periode ini dan menanyakan perihal standnya. Kemudian saya melangkah lagi.
"Wah udah lama di Jogja, le?" tanya mak Unul saat saya tiba di ruang TU.
"Sejak 14 April bu" saya salah jawab.
"Kok April? Mei to" koreksi beliau sembari menata riasan hahaha.
"Tak kira pulang lama terus nikah" canda beliau. Candaan yang kemudian harus saya jawab serius agar tidak menjadi bulan-bulanan terlalu lama.
"Wah kalau begitu cari anak IP aja itu yang lagi pameran. Cantik-cantik lo" goda beliau dengan nada yakin. Sejujurnya itu penawaran bagus yang sulit sekali saya tolak. Tapi saya bisa apa dengan kondisi saya yang 'begini' wkwk. If you know, you know
"Bu Labibah di mana, bu?" saya mencari engine utama acara ini. "Oh ada di ruang transit", saya kemudian pamit untuk menuju ruang dimaksud.
Sebenarnya saya melihat beliau ada di lobi, sedang mendampingi seseorang. Tapi saya menuju ruang transit dan bertemu Siwi, anak 2019 (ketua HMPS periode sebelumnya) dan juga Gigih, ketua OMIP Liberty yang menjaga stand prodi tepat di depan ruang transit.
"Ayo Mal dimakan itu" sambut mba Nuri ketika saya duduk di ruang transit perpustakaan. Selain beliau, ada dosen namanya mba Ana. Tak lama, bu Labibah dan bu Marwi bergabung. Kami bercerita banyak hal, dari yang penting sampai yang receh. Iya, tentu saja lebih banyak yang tidak penting wkwk. Percakapan ini cukup lama. Bahkan ada sesi dua saat mas Thoriq dan kawannya datang, juga saat Annisa (Duta Kampus UINSK) dan beberapa anak ikut bergabung.
Topiknya cukup seru meski memang diwarnai nostalgia seperti kenangan riwa-riwi ICoASL 2017 di Indonesia atau kehebohan ICoASL 2015 di Korea selatan. Ada juga topik 'saru' seperti studi doktor maknyak yang ketika kita bicara itu, Rudy, adik kelas saya, sudah bergabung. Gimana ngga 'saru' wong wayahe seru-seru malah bicara akademik bahaha.
Banyak makanan yang tersaji di atas meja, menunggu disantap. Ada buah-buahan segar, makanan tradisional yang disajikan dari masing-masing stand, dan minuman. Kami berpesta soju eh bukan, Saparella. Tenang, itu bahannya halal meski baunya mirip balsem. Momen bertukar cawan antara mahasiswa, alumni, dan dosen Ilmu Perpustakaan.
Bertukar Cawan | Dokumentasi Bu Marwiyah |
Ada dua hal yang bisa saya bagi pada sidang pembaca sekalian. Pertama, pameran kali ini maknyak dibantu dua dosen putri yang ada di ruang transit. Jadi beliau sudah tidak riwa-riwi sana-sini mengurus banyak hal yang biasanya jadi beban pikiran. Bu Labibah hari ini mengatakan senang bisa ke Barat-Timur area perpustakaan seperti duta kampus eh duta besar. Bebas dan senang.
Kedua, kinerja panitia. "Anak-anak sekarang itu manitiani bagus lo, Mal. Kaya EO gitu. Tamunya diantar dan ditunjukkin tempat/stand. Kompak. Bagus pokoknya" bisik Bu Labibah kepada saya. Wahai adik-adikku tersayang, ingatlah bahwa kerja keras kalian itu memuaskan. Dosen kalian sendiri yang muji lo (tentu ini selain yang beliau sampaikan langsung di panggung ya). Keep up the great work!
Saya sempat mencoba salah satu makanan stand. Namanya blengep cotot. Adonannya merupakan singkong yang dihaluskan. Bentuknya seperti mochi. Isiannya bisa memilih coklat, keju, atau gula jawa. Saya pilih isian terakhir. Stand ini punya rekan kerja saya di Konmediatech, Tata. Nah direktur Konmediatech, Fiqie, hadir ke pameran bersama teman kerjanya untuk apresiasi.
Rasa blengep cotot biasa aja sih, so so. Ngga spesial juga. Tapi bagian saya yang menarik adalah cara mereka promosi: pembelian dengan nominal tertentu bakal mendapatkan PC idol Korea. Woy PC woy. Kertas ganteng/cantik itu mah hahaha. Walau saya ngga tahu sih impresi stand mereka gimana.
Saya cukup lama berada di arena pameran. Cukup lama sampai bisa mengikuti acara penutupan. Cukup lama untuk bisa mendengar jokes template maknyak tentang 'informasi dalam konteks seksual' wkwk. Acara penutupan bertempat di halaman depan perpustakaan, ada stage kecil yang dibangun. Tentu isinya memang pengumuman pemenang stand dan maskot stand. Saya ngga bisa komentar karena tidak mengunjungi satu-satu, sebab saat tiba di perpustakaan banyak stand makanan yang sudah kehabisan suguhan merkea haha. Beberapa yang saya ingat adalah stand kipo dan ndas borok memenangkan penghargaan. Atau rekap lengkapnya bisa dilihat di Instagram @pameranbudayaidks
Pameran Budaya IDKS selalu menjadi agenda tahunan seru-seruan prodi IP UINSK. Momen saat adik-adik mahasiswa bingung harus ngapain dan riweh ini itu. Momen saat UAS sudah selesai dan melepaskan tekanan dengan mengekspresikan budaya lokal lewat hal yang popular. Momen saat alumni-mahasiswa-dosen dapat bersenda gurau setelah dijeda waktu dan jarak. Momen yang seharusnya terus ada hingga tahun-tahun mendatang, dengan keseruan-keseruan yang berbeda.
Semua momen hari ini membuat saya bertanya pada diri sendiri, dengan rasa was-was, "apakah aku masih bisa menyaksikan dan hadir pameran IDKS pada tahun-tahun mendatang?". Sekelebat pikiran yang semoga saja hanya angin lalu.
P.S. Tulisan ini membutuhkan waktu sebulan untuk selesai. Banyak hal yang sebenarnya saya rasa tidak tertuliskan, tapi saya tidak ingat apa itu. Mungkin karena draftnya mengendap lama. Saya hanya tidak ingin kehilangan jejak dan arsip bahwa saya pernah mengikuti pameran ini. Juga, meski tulisan ini selesai jauh dari bagaimana harusnya ia selesai, saya tetap akan membagikannya. Maka, untuk kesekian kali, tulisan jelek seperti ini mengingatkan saya tentang hidup: untuk terus maju dan menyelesaikan yang kita mulai meski 'ya cuma gitu doang'. Atau, apakah tanpa sadar saya berada dalam bias 'publish or perish'? Entahlah.
Btw yang bikin penasaran, kenapa pakai kata 'pazar' ya? Pameran dan bazaar?
Para Pemenang | Dokumentasi Panitia |
Komentar
Posting Komentar