UNU Menjawab Tantangan Zaman
Cuplikan Hasil Wawancara KR dengan Rekto Pertama UNU
Kedaulatan Rakyat, 14 Maret 2017, halaman 16
Prof Purwo Santoso MA PhD bukanlah nama asing dalam dunia pendidikan lndonesia, khususnya perguruan
tinggi di Yogyakarta. Selain dikenal sebagai dosen aktif di almamaternya
Fisipol UGM, ia juga merupakan Guru Besar di kampus yang sama. Aktif di
organisasi keagamaan Nahdatul Ulama, ditandai dengan menjabatnya
Purwo sebagai Wakil Ketua PWNU DIY Bidang Kajian Strategis dan Perguruan
Tinggi.
Kesibukan pria kelahiran Jepara 54 tahun silam ini
dipastikan semakin bertambah setelah dipercaya menjadi
Rektor pertama di Universitas
Nahdatul Ulama (UNU). Pelantikannya
berbarengan dengan Peresmian kampus UNU
di Yogyakarta pada Jumat (10/3) lalu. Acara tersebut tampak dihadiri
Menristekdikti, M Nasir, dan Ketua Umum PBNU KH Aqil Siroj.
Lantas bagaimana pandangan serta harapan Purwo
terhadap jabatan barunya di UNU tersebut? Mengawalinya, Purwo menyampaikan bahwa Gus Dur secara "teatrikal"
yang unik mengkomunikasikan hadirnya Islam sebagaimana dipraktekkan oleh
Nahdliyin. Melalui pendekatan dakwah
kultural yang diwariskan para Wali dan diteruskan para Kyai. Nahdliyin mengawinkan
prinsip dasar ke-lslaman dari Timur Tengah dengan kekhasan
karakter lokal.
Ia menambahkan,
bahwa dalam kesadaran Islam Nusantara adalah harapan masa
depan bagi terbangunnya semangat keIndonesiaan yang
toleran dan moderat, juga mernberi manfaat bagi dunia, maka UNU yang berkiprah
di level global sangat diperlukan. "Di era globalisasi saat ini,
Islam Nusantara diyakini menjadikan
Indonesla sebagai pusat pertemuan budaya (encounter culture) yang bisa
melahirkan budaya dan tata nilai yang
khas;' ungkapnya.
Karena itu, jelasnya, untuk menyikapi pengkayaan kajian tentang Islam Nusantara,
maka UNU diharapkan tampil sebagai produksi ilmu pengetahuannya, sekaligus
mereproduksi praktek-praktek sosial dalarn keseharian. "Mengapa Yogyakarta?
Secara geografis DlY menjadi meniatur pendidikan
di Indonesia terdapat SDM yang memadai dan memiliki aneka ragam disiplin ilmu pengetahuan,”
tambah Purwo.
Purwo berkeyakinan, UNU hadir sebagai lembaga keilmuan
yang mendukung terwujudnya tatanan masyarakat yang
berkeadilan dan demokratis atas dasar Islam Ahlussunnah wal jama'ah."Untuk itu, UNU hendak dikembangkan berdasarkan nilai sentral (core values), yakni:
menjembatani (bridging), inovatif, dan kontekstual. UNU memerankan diri sebagai instrumen kontektualisasi akidah Islam ke dalam praktek yang Islami,” ujarnya.
Melalui revitalisasi nilai-nilai kepesantrenan, UNU
akan mengembangkan corak ke-Islaman yang ramah, dengan watak moderat
(tawasuth), toleransi (tasamuh), keseimbangan
(tawazun), dan berkeadilan (ta'adul) yang selama ini sudah dijadikan sebagai pilar aswaja An-nahdliyah.
UNU akan mereaktualisasikannya ke dalam kegiatan akademik, baik di lingkup intra
kurikuler, extra kurikuler, dan ko-kurikuler.
Purwo berharap, cara kerja ini dapat membendung
pesatnya aliran yang condong kepada
perilaku radikalisme, "Sebab,
Indonesia yang selama ini sudah dibangun dengan semangat kenusantaraan yang damai,
banyak digempur oleh aliran-aliran luar
yang secara sengaja (by design) ingin menghancurkan Indonesia,”
ingatnya.
"Oleh karena itu, melalui kerja pendidi kan, yang
tujuannya untuk mencerdaskan bangsa, UNU Yogyakarta memposisikan diri sebagai
PT yang ingin menggali nilai-nilai kepesantrenan yang bisa mendinamisasikan dan mengkontekstualisasi perjumpaan antar banyak
kutub sekaligus menjembatani berbagai kebutuhan masyarakat dunia yang menginginkan
dan merinduka kehidupan yang rahmatan Iii 'alamien,” pungkas Purwo.
Komentar
Posting Komentar