Mengomentari Ke-Wanita-an

“Mal, kalau kamu dapat uang 70 triliun pagi ini mau kamu apain?” Tanya seorang kawan.

“Ya paling ntar malem ke Sarkem”. Buat yang belum tahu, Sarkem (Pasar Kembang) adalah lokalisasi di Jogja. 
“Ha? Serius?” Sangat wajar kalau anak ini terkejut.
Agar anak itu dan kalian tidak hanya melongo, maka berikut alur ceritanya. 
Andai saya punya uang 70 triliun, maka saya akan ke Sarkem. Berjalan dengan sombongnya. Terus nanya mbak-mbak yang mungkin “ready”. “Mbak harganya berapa?” dengan muka sok ganteng saya tanya mbak yang lumayan cakep. “Lima ratus ribu mas” kata mbak itu. “Ah terlalu murah mbak. 50 juta ya”. Mbak itu tersenyum, lalu saya serahkan uangnya. Saya cium keningnya kemudian berlalu. “Mas kok 50 juta cuma gitu aja?” mbak lumayan cakep itu setengah berteriak karena keheranan. Dengan nada sok bijak saya bilang “Biar kamu tahu mbak harga dirimu itu lebih mahal dari apapun J”. (tsaaaaaahhhhh)

Cerita ini merupakan sedikit gubahan dari closing bit-nya Mamet Alkatiri SUCI 7 Show 1.

***
Prostitusi dan lokalisasi setahu saya sudah ada sejak dulu dan menjadi sisi gelap sejarah manusia. Sudah lama ada dan bukan barang baru. Jadi tidak perlu heran. Atau kalau mau heran, silakan bergumam “kenapa tidak hilang-hilang sih sejak dulu?”.

Banyak faktor yang menyebakan prostitusi tetap ada. Mentalitas dan keterdesakan ekonomi menjadi dua dari sekian hal yang sering kita dengar menjadi latar belakang tindakan prostitusi. Lokalisasi juga tidak bisa serta merta dihilangkan. Penutupan lokalitasi tanpa solusi berkelanjutan hanya menyisakan masalah bagi kembang-kembang yang tidak punya taman. Potensi adanya skandal “om-om jajan sembarangan” bisa saja menjadi tinggi. Kalau prostitusi dan lokalisasi mau dihilangkan, kita semua harus berubah. Kita semua harus memikirkan bersama solusi yang aplikatif dan melakukan kontrol bersama.
Lalu, paragraf-paragraf selanjutnya tidak dimaksudkan menyinggung pihak tertentu. Saya minta maaf lebih dahulu karena ini murni hanya sebuah pengungkapan kegelisahan.

Saudari-saudariku yang kucintai. Sejujurnya saya tidak punya kualitas untuk berbicara dalam hal ini, namun saya sangat geregetan untuk menyampaikan. Bagi saya, kehormatan perempuan itu merupakan hal yang sangat mulia. Sangat berharga, maka jangan sampai hilang serta perlu sekali penjagaan ekstra hati-hati dan mendetail. He.
Apakah yang akan anda lakukan saat diharuskan untuk mengamankan berlian yang tidak bernilai harganya? Kalau saya pribadi, akan menyembunyikan berlian itu dari rasa ingin tahu semua orang, seakan benda itu tidak pernah ada. Di tempat persembunyiannya berlian tersebut dilindungi keamanan berlapis dan hanya saya yang memiliki akses. Berlian tersebut dilindungi begitu ketat karena sangat berharga. Setidaknya begitulah sedikit penggambaran saya mengenai sosok berlian; kehormatan perempuan.

Kehormatan itu perlu dijaga baik-baik. Salah satu langkah awal prefentif menurut saya adalah menjaga aurat, menutupnya dengan baik. Seluruh tubuh perempuan adalah aurat. Mengapa? Karena perempuan adalah 100% keindahan. Hanya saja keindahan tersebut tidak bisa dinikmati sembarang orang. Hanya pemilik (Tuhan), pengasuh (orang tua) dan pemegang lisensi resmi hak pakai (suami) yang memiliki akses. Selama lisensi tersebut belum beralih tangan, penjagaan perempuan masih dipegang pengasuh. Pengasuh perlu mengajarkan bagaimana seorang perempuan untuk menutup auratnya dengan baik sebagai salah satu bentuk tanggung jawab mendidik. 
Menurut Imam yang fatwanya saya follow, hanya dua area dari perempuan yang boleh dilihat non-mahramnya; wajah dan kedua tangan. Sisanya harus tertutup. Rambut tidak boleh kelihatan, atasan-bawahan harus tertutup, dan baiknya pakai alas kaki yang menutup misalnya sepatu. Atau bisa sandal tapi berkaus kaki. Dan yang paling penting perlu diperhatikan adalah “menutup aurat” tidak sama dengan “membungkus aurat”.

Familiar dengan statement Nabi SAW yang bunyinya “orang yang pakaiannya tertutup tapi telanjang”?. Pendek pemahaman saya, hal ini merujuk pada orang yang berpakaian ketat. Sering kita lihat misal perempuan memakai kerudung, tapi berkaos dan bercelana ketat. Ditutup rupanya, tapi tidak bentuknya. Menutup aurat, dalam pemahaman saya, adalah menutup rupa dan tidak memperlihatkan lekuk tubuh. 
Sering saya risih ketika teman-teman putri berkerudung tapi rambut dan telinganya kelihatan. Saya merasa tidak nyaman ketika mereka berpakaian atau bercelana ketat. Saya kurang senang bila melihat mereka bersendal tanpa kaos kaki. Beberapa saya komentari langsung, dan minta mereka untuk menutup. Sisanya saya biarkan. Ada yang berhasil. Ada yang gagal.

Pada akhirnya semua kembali pada pilihan kalian. Kalian menutup auratpun bila kami (Adam’s and The Gengs) tidak bisa menjaga pandangan tentu dampaknya sama saja. Kalian tidak begitu baik menutup aurat tapi kami menjaga pandangan, ya lumayanlah. Cuma saya kasihan kepada pengasuh kalian atau pemegang lisensi. Jika tidak menutup aurat dengan baik, meski tidak dilihat orang tapi Tuhan menyaksikan, dosamu juga dibebankan kepada pengasuh dan pemegang lisensi. 
Mengapa saya tulis hal ini? Karena kalian begitu berharga saudariku. Salam sayang.
Source: utusan.com.my

Komentar