Pengalaman Perdana Me-Moderator-i

Tertanggal 17 Desember 2016 senada dengan 17 Rabiul Awwal 1438

Mungkin, tulisan ini sedikit berbeda dengan yang sering saya post. Hm saya mencoba yang baru memang. Biasanya ketika saya mengikuti kegiatan yang berkenaan dengan IP, saya membuat rangkuman mengenai materinya. Setidaknya ada sedikit hal yang bisa dibagi. Tentu dalam kondisi itu saya seorang peserta.

Hari ini HMJ ini mengadakan kegiatan Knowledge Sharing dengan tema 'Young Librarians Speak Up: Building a Librarianship, From Practice to Innovation yang bertempat di CH. Hadir sebagai keynote speaker Ibu Sri Rohyanti Z, dan tiga pemateri: Mas Triyanto, Mas Teguh dan Mas Mursyid. Posisi saya hari ini adalah menjadi moderator. Ini kali pertama tampil di depan publik, selain menjadi MC tentunya (doain kapan-kapan aku jadi pemateri hehe). Tensinya beda teman. Meski saya tidak menyampaikan materi, memutar otak untuk mengatur jalannya diskusi tidak mudah sebenarnya. Apalagi sebelum acara fokus saya sempat terbagi.

Saya mau menyinggung sedikit mengenai materi. Bu Sri, menyampaikan pengantar awal tentang kegiatan ini. Pada intinya saya rasa dua hal, pertama adalah knowledge sharing merupakan kegiatan berbagi pengetahuan dan pengalaman dari pemateri tentang bidang yang digelutinya. Kedua, perpustakaan harus berinovasi untuk mengimbangi percepatan dunia digital dalam melayani kebutuhan pemustaka yang terus berubah. Inovasi ini juga diarahkan agar pemustaka nyaman di perpustakaan. Salah satu contohnya adalah menginisiasi perpustakaan sebagai makerspace.

Ketiga speaker yang hadir akan menyampaikan pengalaman masing-masing. Ketika saya maju, saya memberikan pengantar mengenai inovasi yang terus dilakukan oleh generasi muda seperti munculnya facebook atau 9gag yang diinisiasi generasi muda. Selain itu, setiap pemateri yang akan menyampaikan materinya, saya harus memberikan pengantar yang related dengan bidang mereka. Setelah selesai, saya memberikan sedikit kesimpulan dan mengaitkan pembahasan yang pemateri pertama dengan pemateri selanjutnya. Saya rasa ini tidak lebih mudah dari membuat kesimpulan akhir.

Mas Triyanto menyampaikan pengalamannya membangun minat baca masyarakat. Sementara ini, minat baca masyarakat di Indonesia masih belum tinggi. Hal ini membuat Mas Tri tergerak untuk mendekatkan masyarakat dengan buku. TBM rintisannya, Teras Baca Guyub Rukun, dengan seabrek kegiatannya mengarahkan masyarakat agar menyukai membaca. Fundrising juga perlu dilakukan agar kegiatan tetap bisa berjalan mengingat TBM umumnya tidak memiliki badan naungan atau lembaga. Dan yang paling penting adalah jangan lupa promo lewat media sosial untuk menarik minat pemerhati minat baca untuk melakukan hal yang sama. Plus hal ini juga menjadi sebuah dokumentasi.

Materi yang Mas Teguh sampaikan lebih banyak kepada peran organisasi pustakawan dalam mengakomodir profesi ini. Sebenarnya di lapangan, profesi pustakawan masih belum banyak dilirik orang namun kesadaran masyarakat Indonesia akan tenaga pustakawan sebagai penyedia informasi terus bertumbuh. Mas Teguh bercerita bahwa menjadi pustakawan tidak se-indah bayangan  ketika masih di bangku kuliah. Tapi tidak buruk juga karena menjadi pustakawan tetap bisa berprestasi seperti Mas Teguh yang pernah dianugerahi menjadi pustakawan teladan/terbaik.

Sebelum pematerian terakhir dimulai, ada penampilan Tari Batin Kemuning dari Riau. Penarinya adalah teman sekelasku, Fara dan kurang tahu siapa temannya yang tampil bersama. Saya suka tarian ini meski tidak paham artinya. Gerakannya bagus. Kostumnya menarik. Dan mereka tampil pas di depan kami, para pemateri dan moderator. Wow. Ben ra sepaneng je wkwk.

Pemateri terakhir adalah Mas Mursyid. Beliau adalah pustakawan yang bisa menyinergikan menulis dengan kegiatan kepustakawanan. Saya pribadi merasa menulis memang inti dari profesi pustakawan yang pada dasarnya adalah pengelola informasi. Tulisan adalah bentuk mudah dari tradisi knowledge sharing. Dalam hal ini beliau menganjurkan dengan sangat (sunnah muakkad) agar para pustakawan aktif menulis. Baik itu tulisan dengan tema umum atau utamanya menulis yang bertemakan kepustakawanan karena literatur kepustakawanan masih belum mencapai kata cukup.

Kendala paling susah yang saya hadapi adalah mengatur jam bicara pemateri atau yang ekstrem adalah meminta mereka untuk berhenti. Beberapa kali sebelum mereka tampil saya sudah memberikan time limit tapi tentu kalau anda diposi mereka, menjadi pemateri dengan jam terbang tinggi, pasti selalu terbawa untuk menyampaikan banyak hal. Akhirnya ya semacam merepet haha. Tapi tetap dalam jalur bahasan hanya waktunya saja yang terlalu banyak habis. Selain itu kendala lain adalah bagaimana bisa berkomunikasi secara baik dengan audien. Saya maupun pemateri sering memberi pancingan agar mereka bisa memberi feed-back  atau komunikasi dua arah tapi respon yang ada juga kurang baik. Kurang tahu kenapa, mungkin lelah, mungkin tegang. Kok tegang? Kan udah ada hiburan tari he he. Saya juga berusaha melempar joke tapi LPMnya rendah. Mungkin saja delivery saya masih belibet atau bit-nya engga engga lucu wakak. Sisanya, sesi tanya jawab lancar meski durasinya memanjang. Saya berhasil mengakali agar peserta yang saya pilih untuk bertanya tidak kecewa ketika misal saya tidak mempersilakan orang yang lebih dahulu acung tangan. Caranya dengan meminta bantuan panitia untuk memilih siapa yang layak bertanya berdasarkan kecepatan angkat tangna. He jahat ya…

Beberapa koreksi mungkin adalah ketika membacakan CV. Saya masih merasa terlalu kaku. Begitu juga saat mempersilakan pemateri. Dan secara keseluruhan saya masih merasa kurang baik dalam membuat suasana ruangan jadi 'wow' dengan ritme suara yang harusnya 'ngajak gaduh'. Plus juga penutupnya kurang greget. Yang lumayan baik adalah karena saya sudah kenal pemateri dari lama. Jadi saya tahu karakter mereka dan bisa padu dengan mereka. Baju yang saya pilih juga cukup pas lah. Haha.

Satu kata terakhir: saya tidak puas dengan kinerja saya sendiri karena saya yakin, saya masih bisa lebih lagi ke depannya.

Beraksi :v | Source: Dok. HMJ IP

Komentar