Dua Nol Satu Enam

20 Rabiul Awal 1437 Senada dengan 31 Desember 2015 – 1 Januari 2016

2016-ku datang. Mereka ramai merayakan. Aku? Entahlah. Apakah aku juga harus bereuforia masih menjadi tanya.

Tahun lalu, yang berjarak sekitar sembilan jam lalu, semcam kurayakan pergantian tahun. Lantai 3 Ukhuwah Islamiyah ramai. Ramai: ada bara, pencahayaan, pembuat angin, beberapa makanan dan minuman.

Malam jumat. Makanya makhrib kami isi dengan membaca Yaasin bersama. Lepas Isya, free time. Nonton film, makan-ngemil atau bermain kartu merupakan salah tiga pilihan. Sementara itu di waktu yang sama, anak-anak MUI mempersiapkan segala yang berhubungan dengan nanti malam.

Skip words...

Keluarga IP A (38%) berkumpul. Aku, Fiqie, Juki, Jum, Bahar, Ipeh, Kikik, Adcha dan Mbak Rima. Keluarga MUI ada Mas Ghulam, Zulfi dan mbak Mukhlis. Canda tawa, kunyah jagung bakar. Haus? Minuman yang manis. Sejenak kami lupakan tuafs. Pada intinya kebersaman yang ingin di dapat. Kala itu yang ditawarkan langit malam adalah letupan bunga api dimana-mana.

Aku terdiam. Haruskah aku senang akan pergantian ini? Terhiburkah hatiku dengan bunga-bunga api itu? bingung. Ya mungin, mungkin tidak. Tapi aku senang karena ada seseorang yang berbahagia malam itu. Melihat dia tertawa saja sudah lebih dari senang rasanya.

Dan yang paling penting adalah kebersamaan kami.

... Jam Rehat ...

Pagiku mendung, hujan pun turun. Di sudut kamar kuganti kalender. Itu saja.

Apakah ternyata hujan tertahan di awan karena polusi asap-cahaya tadi malam? Jawabnya pada ‘mungkin’.

Sedang kawanku berulang tahun hari ini. Maka apalah yang dapat kuberi selain doa?


Tahun baru. Tetap pada rutinitas jumat.

Suasana MUI | Source: Doc. faradigm


Komentar