Ada Saja Godaan untuk Tidak Menulis
14 Desember 2015 senada dengan 2 Rabiul Awal 1437
Kucoba menulis di sudut kamar. Sedang hujan terus turun...
Mood membaca dan menulis jangan ditunggu. Sampai kiamat tidak
akan datang. Maka harus menciptakan mood. (Muhsin Kalida)
Saya merasa menulis adalah pembebasan, tentu setelah membaca.
Membaca membuat saya lepas dari rutinitas dunia yang membosankan. Menulis
adalah ekspresi kebebasan diri, dan membebaskan dari segala sesuatu yang hanyaa
menumpuk di kepala.
Banyak yang bilang menulis itu sulit. Namun pernahkah mereka
mencoba? Banyak yang merasa kesulitan menuangkan ide dalam tulisan. Adakah
mereka pernah konsisten menulis meski sejelek apapun kata tersusun? Menulis
tidak harus baik pada pertama. Tulis saja apa yang ada. Paling mudah tuliskan
apa yang telah lewat atau menulis semua yang sedang kamu lihat secara nyata
atau menulis apa yang seharusnya kamu katakan (alih media). Jangan bilang
susah. Susah sebab kamu terbatasi oleh idealisme bahwa menulis harus begini dan
tulisan harus begitu. Tidak. Tidak perlu begitu. Tulislah apapun. Kamu sudah
lulus SD, pasti bisa. Masalah konten, masalah kualitas itu belakangan. Yang
pertama adalah berpikir menulis itu mudah dan memulai.
Bagaimana dengan ide? Saya pribadi juga kadang kesulitan.
Saran dari beberapa orang adalah membaca buku agar mendapat ide. Tapi saya juga
kadang tetap kesulitan setelah membaca buku dan ide tidak muncul. Ide saya
sering bertamu tiba-tiba dan harus ditulis sesegera mungkin agar tidak keburu
pamit. Lalu, kadang saya berpikir. Apakah saya benar-benar ‘membaca’ dengan
membaca baris-baris kalimat pada buku? Mungkin saja tidak. Ada penghayatan yang
kurang dan olah pikir yang belum dalam. Maka kamu perlu membaca dengan benar.
Membaca tidak cuma buku tapi juga keadaan sekitar. Berfilsafatlah sesekali. Dan
jika ingin mendapat pencerahan tentang ide, monggo merujuk literatur
yang lebih lengkap.
Menulis bisa, ide ada tapi kadang belum jadi untuk menulis.
Kok bisa? Tentu pasti ada kendala yang muncul. Nah berikut adalah yang sering
saya alami. Mungkin kamu juga pernah. Hanya saja berbagai hal dibawah ini akan
sangat subyektif. Lalu, karena ini masih menjadi masalah yang terus menghantui,
solusinya belum saya dapat atau belum teraplikasi dengan baik.
Rasa Malas Murni
Ya gimana lagi. Malas mungkin sifat alami. Tapi mau tidak mau
harus dilawan bagaimanapun caranya. Lawan. Lawan. Lawan. Tindakan frontal
biasanya ampuh melawan malas. Misalnya kita tiduran di kasur, berlayah-layah
enggak ngapa-ngapain, langsung bangun dan salto. Dijamin malasnya hilang.
Gadget
Ini nih yang bikin gemes. Padahal ada hal penting yang harus
dituliskan tapi tangan ini rasanya gatal untuk memegang gadget. Setelah
dipegang kadang hanya melakukan hal yang tidak penting. Kan aneh. Kita hanya
dipermainkan oleh benda kecil itu. Hal yang saya lakukan biasanya menaruh
gadget jauh-jauh sembari mengucapk mantra “lupakan... lupakan...lupakan” atau
“fokus...fokus...fokus”.
Cuaca, Hujan atau Panas
Cuaca bisa baik atau buruk. Yogykarta bulan-bulan ini memiliki
cuaca ekstrem. Pernah panas se panas-panasnya. Eh setelah itu hujan tak
henti-hentinya. Bukan bermaksud menggugat cuaca, tapi jika kita lihat posisi
geografis Indonesia dan per-cuaca-an tahun-tahun sebelumnya, cuaca kali ini
bisa masuk kategori tidak normal.
Panas dan hujan (dingin) bisa merusak niat kita untuk
menulis. Maka perlu sekali diakali. Kalau panas, sedia kipas angin atau minuman
dingin. Kalau dingin, silakan menulis dengan berbekal jaket tebal sementara
disisi kita ada cokelat panas atau susu jahe hangat. Mantap.
Lelah, Sakit
Mungkin ini termasuk kategori dispen. Hal ini hanya bisa
diatasi mereka yang gila menulis atau memiliki greget tinggi pada tulisan. Saya
pribadi ketika dilanda dua hal ini hanya bisa mengibarkan bendera putih.
Padahal perlu menuliskan hal penting. Tapi terkadang, saya masih bisa memaksa.
Tetap kutulis meski lelah, tetap kutulis meski sakit. Terpaksa. Jika tidak
kuasa, saya titip Tuhan semoga bisa melanjutkan lain masa.
Oh tidak... | Source: Doc. faradigm |
Keadaan Tidak Terduga
Penyebab yang satu ini hampir 100% tidak bisa saya atasi. Ya
soalnya memang dan tanpa antisipasi. Misal tiba-tiba diajak teman keluar, atau
ada panggilan tugas mendadak. Apa mau dikata, menulis dengan berat hati
ditunda. Dan saya berharap pada Tuhan untuk bisa melanjutkan lain kali.
Motivasi dan Komitmen
Tiap orang punya motivasi dan komitmen yang berbeda ketika
menulis. Saya pribadi sudah tertera di awal tadi. Sedikit. Sisanya, ya mungkin
ada beberapa sosok yang memotivasi. Dua hal ini menjadi penting untuk ada sebab
tanpanya kita macet dalam menulis. Jadi motivasi dan komitmen bukanlah masalah,
tapi ketiadaannya atau lemahnya. Jika motivasi dan komitmen lemah, alamat gagal
menulis. Tetap bangkitkan motivasi bagaimanapun caranya. Komitmen harus dijaga
agar menulis bisa konsisten. Begitulah. Caranya bisa kamu rumuskan sendiri.
Pada akhirnya, jika semua masalah ini kita temui bersama,
maka yang ingin saya katakan adalah mari cari solusinya bersama dan tetap
menulis. Semangat berkarya!
Komentar
Posting Komentar