Membangun Kurikulum IP, Sebuah Keniscayaan

30 Nopember  – 1 Desember 2015 senada dengan 18-19 Shafar 1437

Katanya, kurikulum untuk disiplin Ilmu Perpustakaan dan Informasi (IPI) harus mendapat kejelasan. Dalam artian, memiliki kerangka yang jelas. Capaian kompetensi pun harus baik. Ah, apalagi ya? Aku kan bukan pembuat kurikulum. Haha. Yang jelas, aku ikut dalam workshop kurikulum yang diadakan prodi. Acara ini sebentuk perluasan pandangan dalam rangka review dan re-design kurikulum prodi kamil bagaimana tidak, itulah yang ditekankan DIKTI, menyesuaikan dengan yang mereka bikin. Eh?

Pemateri hari senin adalah pak Putu. Sementara hari Selasa adalah Bapak Zulfikar Zen. Berikut hal sempat tercatat.

Bersama pak Putu...

1.      KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia)

2.      IPI itu terapan, menunjukkan bukti kongkret

3.      Dewasa ini, merubah kurikulum itu bisa menjadi sangat wajar. Karena menyesuaikan kebutuhan

4.      Isu: membakukan istilah ‘information professional’

5.      Ada masalah pada teknologi yang tidak dapat ditanggulangi oleh pembuat teknologi itu sendiri

6.      Informatik, disiplin teknis yang berkaitan dengan TI. Berbeda dengan informasi

7.      Library and information science, ilmu perpustakaan dan informasi. Ilmu perpustakaan berkaitan dengan tinta dan kertas sedang informasi berkaitan dengan listrik. Lalu cabang ilmu harus jelas dan stabil

8.      Core IP; pustaka

9.      Pustakawan bekerja di perpustakaan, mengolah koleksi digital dan cetak. Eh cetak dan digital haha

10.  Pustakawan perlu memiliki kompetensi sosial yang berupa interaksi sosial. Sediakan akses bagi pemustaka terkait hal berikut: membaca, menulis, menonton, mengambil dan menerima informasi, belajar, meneliti, bermain

11.  Akses dapat langsung, bisa berperantara

12.  Ruang pustakawan adalah ruang maya dan ruang fisik

Dan yang kucatat saat mendengarkan penjelasan pak Zul adalah...

1.      Lewat MEA, ASEAN diberdayakan

2.      Harusnya perpustakaan menjual kenyamanan

3.      MEA adalah peluang sekaligu tantangan

4.      Diknas memiliki KKNI (Kualifikasi Kerja Nasional Indonesia) sedang Depnaker memiliki SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia)

5.      Selain IQ, EQ, dan SQ ada pula yang disebut AQ (Adversity Quotient)

6.      Kurikulum perlu disesuaikan untuk menghadapi MEA

7.      Pustakawan perlu memiliki kompentensi; umum, khusus, inti dan kunci. Semua itu mengarah pada melakukan kegiatan, mengelola kegiatan dan mengevaluasi-memodifiaksi proses

8.      Kontrol bibliografi: terbitan pemerintah, terbitan komersial dan terbitan non-pemerintah
9.      Orang hebat, tidak selalu sebagai ancaman tapi juga peluang

10.  Re-design kurikulum berkaitan dengan isu mutakhir

11.  Konsep perpustakaan; peminjaman. Bukan pemberian, bukan penjualan

12.  Non-profit memiliki arti tidakn menjadi pemustaka sebagai konsumen produk


That’s all. Alaikumun nafi’ah.


Akhir cerita hari itu di bandara | Source: iphone4s

Komentar